Sistem Pengolahan Sampah Organik

I. PENDAHULUAN

Seiring dengan berjalannya waktu, sampah yang dihasilkan manusia akan terus bertambah dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia tersebut. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, bahkan sampah telah menjadi masalah serius di perkotaan. Kompos dapat dibuat untuk meminimalisasi efek negatif yang ditimbulkan sampah dengan membuatnya menjadi lebih bermanfaat baik secara ekologis maupun finansial.
Kompos yang dicampurkan ke dalam tanah dapat meningkatkan kesuburan (fertility) tanah, menambah bahan organik dalam tanah, dan memperbaiki kondisi fisik tanah tersebut. Kompos juga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam tanah. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam mengeluarkan zat gizi dan material lainnya ke dalam tanah.
Selain itu, kompos juga dapat menambah kandungan bahan organik dalam tanah yang dibutuhkan tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam kompos dapat mengikat partikel tanah. Ikatan partikel tanah ini dapat meningkatkan penyerapan akar tanaman terhadap air, mempermudah penetrasi akar (root penetration) pada tanah, dan memperbaiki pertukaran udara (aeration) dalam tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Kompos dapat mendukung berjalannya gerakan pertanian organik (organic farming) yang tidak menggunakan bahan kimia dan pestisida dalam pertanian.
Pemanfaatan sampah organik pada pembuatan kompos dapat dijadikan jalan keluar dalam mencegah timbulnya kembali tumpukan sampah seberat ribuan ton yang telah menyebabkan longsor dan korban jiwa seperti pada TPA Leuwigajah, Bandung. Apabila sebelumnya sampah tersebut dapat diolah menjadi kompos, maka musibah longsor dan korban jiwa dapat dihindarkan. Oleh karena itu, diperlukan paradigma baru dalam melakukan pengelolaan limbah (waste management) perkotaan.
Pembuatan kompos (composting) dapat dijadikan jalan keluar dalam mengelola limbah. Kompos sangat berguna dalam memanfaatkan sampah organik (berasal dari benda hidup) menjadi material yang dapat menyuburkan tanah (pupuk kompos). Selain itu, pembuatan kompos secara komersil dapat dijadikan sebuah peluang usaha yang menggiurkan.
Salah satu penyumbang sampah terbesar sebenarnya adalah rumah tangga. Oleh karena itu, pengelolaan sampah sebaiknya dimulai dari rumah tangga itu sendiri. Pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga yaitu dengan memanfaatkan sampah organik menjadi kompos. Apabila setiap rumah tangga mampu mengelola sampah dengan baik maka bukan tidak mungkin masalah sampah perkotaan akan dapat teratasi.


II. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK (KOMPOS)

Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam-macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, buaday orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera si pembuat.



Yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah:
a) Kelembaban timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidu¬pan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
b) Aerasi timbunan. Aerasi berhubungan erat dengan ke¬lengasan. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang dikompos¬kan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena menguap berupa NH3.
c) Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60 0C). Selama pengomposan selalu timbul panas sehingga bahan organik yang dikomposkan temparaturnya naik bahkan sering temperatur mencampai 60 0C. Pada temperatur tersebut mikrobia mati atau sedikit sekali yang hidup. Untuk menurun¬kan temperatur umumnya dilakukan pembalikan timbunan bakal kompos.
d) Suasana. Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam-asam organik, sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman.
e) Netralisasi kemasaman sering dilakukan dengan menambah bahan pengapuran misalnya kapur, dolomit atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisasi tetapi juga menambah hara Ca, K dan Mg dalam kompos yang dibuat.
f) Kadang-kadang untuk mempercepat dan meningkatkan kuali¬tas kompos, timbunan diberi pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan mikrobia yang cepat memerlukan hara lain termasuk P. Sebetulnya P disediakan untuk mikrobia sehingga perkembangannya dan kegiatannya menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan karena kadar P dalam kompos lebih tinggi dari biasa, karena residu P sukar tercuci dan tidak menguap.

Teknik Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) dalam Rumah Tangga
Bahan dan Peralatan
Bahan-bahan yang digunakan seperti daun-daunan, rumput, sayur-sayuran, kulit buah, sisa-sisa makanan, dan EM-4. Sedangkan alat yang digunakan adalah wadah plastik, pisau, sprayer, plastik penutup, dan tali.
Persiapan Tempat
Sebaiknya tempat penyimpanan kompos tidak terbuka atau terkena sinar matahari langsung, seperti di bawah pohon atau tempat yang beratap agar proses pengomposan berjalan optimal.
Proses Pembuatan Kompos
1. Pengumpulan dan Pemilahan Sampah
Sampah dikumpulkan dan dipilah ke dalam dua tempat yaitu untuk sampah organik dan sampah anorganik. Pengomposan hanya dilakukan untuk sampah organik saja seperti daun-daunan, rumput, sayur-sayuran, kulit buah, dan sisa-sisa makanan. Dari proses pemilahan ini dapat diketahui seberapa persen komposisi sampah organik yang dapat dikomposkan. Proses pengumpulan dan pemilahan sampah dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 di bawah ini.


2. Pencacahan Sampah Organik
Sampah organik seperti daun-daunan, rumput, sayur-sayuran, dan kulit buah dipotong-potong kurang lebih 5-10 cm supaya proses pengomposan lebih cepat. Proses pencacahan dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.


3. Pencampuran dan Pembentukan Tumpukan
Sampah organik yang telah melewati proses pencacahan kemudian ditumpuk ke dalam suatu wadah plastik. Sampah organik yang akan dikomposkan dicampur terlebih dahulu atau pada saat pembentukan tumpukan dilakukan secara berlapis. Proses pencampuran dan pembentukan tumpukan dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini.

4. Penyemprotan EM-4
Pertama-tama EM-4 dilarutkan dalam air secukupnya kemudian dimasukkan dalam sprayer sederhana. Penyemprotan EM-4 dilakukan secara merata ke seluruh adonan sampah organik sambil diaduk-aduk sampai kandungan air adonan mencapai 50% (bila adonan dikepal dengan tangan air tidak keluar dari adonan). Penyemprotan ini hanya dilakukan sekali pada awal pembuatan kompos. Fungsi penambahan EM-4 adalah untuk mempercepat proses pengomposan dengan menggunakan bakteri pengurai. Proses penyemprotan dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.


5. Pembalikan
Pembalikan tumpukan dilakukan dengan cara membalik posisi sampah atau mengaduk-aduk untuk memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan. Hal ini dilakukan untuk meratakan proses pelapukan di setiap tumpukan serta membantu penghancuran bahan organik menjadi partikel yang lebih kecil. Pembalikan dilakukan secara manual 1 kali dalam seminggu. Proses pembalikan dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini.

6. Pematangan
Setelah pembalikan, kompos ditutup kembali dengan menggunakan plastik dan dimatangkan hingga 30-40 hari. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari. Proses pematangan dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini.


7. Penyaringan (Pemilahan Kembali)
Setelah 2 minggu kompos dikeluarkan dari wadahnya untuk dipilah kembali. Ternyata pengomposan yang dilakukan belum sempurna, oleh karena itu semua bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan semula agar lebih matang lagi. Proses penyaringan dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini.


Sistem Pengelolaan Sampah Organik (Kompos)

Sistem pengelolaan sampah (kompos) selama 14 hari belum cukup optimal. Pada hari ke-14 ternyata kompos belum dapat dipanen, semua bahan organik belum terkomposkan dengan sempurna. Oleh karena itu, semua bahan organik yang belum terkomposkan (kompos kasar) dikembalikan ke tumpukan semula kemudian ditutup kembali untuk proses pematangan lebih lanjut.

No comments:

Post a Comment